Jumat, 21 November 2014

TAN MALAKA - PEMIKIRAN


       I.            BIOGRAFI SINGKAT TAN MALAKA

Tan Malaka yang bernama asli Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka. Tan Malaka (1894-1949) adalah tokoh yang cukup kontroversial baik di kalangan akademisi, pergerakan maupun elit politik di Indonesia dan bahkan di beberapa negara yang pernah dikunjunginya. Tan Malaka lahir  pada tanggal 2 Juni 1897 di sebuah desa kecil bernama Pandan Gadang, Suliki Sumatra Barat. Ayahnya seorang mantri kesehatan yang pernah bekerja untuk pemerintah daerah setempat dan mendapatkan gaji beberapa puluh gulden setiap bulannya.
Sejak kecil Tan Malaka dididik oleh tuntunan Islam secara ketat, suatu hal lazim dalam tradisi masyarakat Minangkabau yang amat religius. Saat saat menginjak usia remaja Tan Malaka telah mampu berbahasa Arab dan menjadi guru muda di surau kampungnya. Pendidikan agama Islam ini begitu membekas dalam diri Tan Malaka sehingga kemudian sedikit banyaknya memberikan warna dalam corak pemikiran Tan Malaka.
Setelah selesai di sekolah rendah ia menjadi satu-satunya anak muda di kampungnya yang mendapat kesempatan bersekolah ke Kweekschool di Bukit Tinggi (1908-1913). Kweekschol dikenal sebagai sekolah raja karena tak tergapai oleh kaum inlanders merupakan satu-satunya sekolah guru untuk anak-anak Indonesia di Sumatera Barat. la dikirim bersekolah beradasarkan keputusan rapat tetua Nagari Pandan Gadang, Suliki. Dalam keputusan rapat dinyatakan jelas pada suatu kepercayaan tradisional bahwa Tan Malaka pada akhirnya akan kembali untuk memperkaya alamnya.
Kecerdasan dan keinginannya yang keras serta perangainya yang sopan mendapatkan perhatian serius dari seorang guru Belanda bemama Horensma. Horensma menggangap Tan Malaka sebagai anak angkatnya sendiri. Atas anjuran dari Horensma pula ia dipromosikan untuk meneruskan sekolah lanjutan di negeri Belanda. Atas biaya dan jaminan keuangan yang diupayakan oleh "Engkufonds" yaitu semacam lembaga keuangan para Engku di Suliki dan juga bantuan dari Horensma yang menyediakan diri sebagai penjamin bagi Tan Malaka untuk melakukan perantauan yang nantinya berpengaruh besar pada kehidupannya kemudian. Bulan Oktober 1913 Tan Malaka meninggalkan tanah kelahiranya.
Perantauan bagi seorang individu menurut adat Minangkabau merupakan suatu cara untuk memenuhi panggilan penyerahan diri pada kebebasan dunia. Dengan meninggalkan negerinya, seorang individu dapat mengenal kedudukannya sendiri di dalam alam dan karena pengalaman perantauannya akan dapat berkembang sampai menjadi anggota dewasa di dalam alam. Tinggal di perantauan merupakan suatu pengorbanan dan menjadi tugas bagi sang perantau untuk memberikan segala pengetahuan yang diperolehnya dirantau kepada nagarinya (negeri). Gagasan- gagasan progresif muncul sebagai kritik atas kebijakan pemerintah kolonial Belanda selanjutnya menjadi bahasan dalam Majelis Rendah maupun Majelis Tinggi Belanda.
Dampak dari kebijakan poltik etis yang dikembangkan adalah dimulainya suatu upaya balas budi terhadap rakyat jajahan yang dikenal dengan program Irigasi atau pengairan, Transmigrasi atau perpindahan penduduk dan Edukasi atau pendidikan. Di bidang pendidikan mulai dibuka sekolah-sekolah pemerintah untuk kalangan pribumi walaupun masih dalam sifat terbatas, merupakan manifestasi dari politik etis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di negeri-negeri jajahan dan Tan Malaka adalah salah satu orang yang merasakannya.
Di Belanda Tan Malaka masuk Rijkskweekschool sebuah sekolah untuk mendapatkan gelar diploma guru kepala atau Hoofdakte di kota Haarlem. Tan Malaka memulai hidup baru di negeri orang dalam kondisi yang jauh berbeda dengan kampung halaman asalnya. Dalam otobiografi yang ditulisnya ia mengatakan bahwa kehidupan dinegeri Belanda lebih banyak didekap derita ketimbang suka. Kondisi iklim Belanda yang jauh berbeda dengan Indonesia membuat kesehatanya merosot,
Sejak itu kondisi sulit terus  menerpanya dan berakibat pada terhambatnya studi TaMalaka  sampai  beberapa  tahun.  Untuk  memulihkan  kesehatanya  Tan  Malaka terpaksa pindah ke kota kecil yang berhawa tropis dan sejuk bernama Bussum. Di kota inilah pula awal perkenalan Tan Malaka dengan wacana-wacana progresif, filsafat serta berbagai peristiwa revolusi di dunia yang saat itu sedang marak di Eropa.
TaMalaka  mulai  berkenalan  dengan  soal-soal  filsafat,  ia  banyak  membaca karya-karya Nietzsche seorang filsuf Jerman. Hasrat intelektualnya membuatnya mulai berkenalan dengan karya-karya Marxisme. la pun mempelajari Het Kapital Karangan Karl Marx dalam bahasa Belanda, Marxtische Ekonomie karya Karl Kautsky, surat kabar radikal  Hel  Volk  milik  Partai  Sosial  Demokrat  Belanda  serta  brusur-brosur  yang menceritakan  perjuangan  dan  kemenanga Revolusi  Bolsyhevi Oktobe 1917.
Pengalaman Revolusi Bolsyevik di Rusia pasca Perang Dunia I sangat berkesan bagi diri TaMalaka.  Revolussosial  menumbangkakediktatoraTsar  yang  dilakukaoleh kaum buruh dan sekaligus membuktikan kebenaran teori Karl Marx tentang hancurnya dominasi kapitalisme oleh suatu revolusi sosial.
Tan Malaka kemudiamengganggadirinya  sebagai seoranBolsyevik  yang lebih mengerti dan mengutamakan realita bangsanya. Marxisme baginya, bukan dogma melainkan suatu petunjuk untuk revolusi. Oleh karena itu, sikap seorang Marxis perlu bersikap kritis terhadap petunjuk itu. Sikap kritis itu antara lain sangat ditekankan pada kemampuan untuk melihat perbedaan dalam kondisi atau faktor sosial dari suatu masyarakat dibanding masyarakat-masyarakat lain. Dari situ akan diperoleh kesimpulan oleh ahli revolusi di Indonesia yang tentulah berlainan sekali dengan yang diperoleh di Rusia, yang sama hanya cara atau metode berpikirnya.

    II.            PEMIKIRAN POLITIK TAN MALAKA
Tan Malaka berniat untuk mengadakan revolusi sosial untuk megusir penjajahan keluar dan membersihkan diri ke dalam agar bangsa  Indonesia  memiliksejarahnya  bangsanya  sendiri.  Untuk  mewujudkan  cita- citany tersebut   Ta memilik segudan konse pemikiran   ata gagasa yang spektakuler.
·         Ideologi Tan Malaka
Marxisme akar filsafat Tan Malaka yang diaktualisasikan kedalam partai murba. Murbaisme adalah formula tepat bagi keyakinan politik Tan Malaka. Hal itu ditunjukkan ketika revolusi Indonesia bergolak Tan Malaka tetap berpendapat, ini adalah revolusi nasional Indonesia dan tidak ada hubungannya dengan perlawanan terhadap fasisme, seperti yang dipropagandakan oleh kaum komunis. Dalam konteks tersebut revolusi nasional dilihat semata-mata sebagai bentuk perlawanan terhadap Imperialisme Belanda. Namun kaum komunis Indonesia tidak berdiri diatas itu, bagi mereka fasisme Jepang hanyalah merupakan satu tahap dari perkembangan kapitalisme, untuk itu fasisme harus diperangi. Bagi Tan Malaka sikap fasisme buta adalah bentuk ke-tidaknasionalisme-an. Bagi Tan Malaka revolusi Indonesia memiliki dua sisi, revolusi nasional adalah bingkainya dan revolusi sosial adalah isinya. Jadi revolusi Indonesia tidaklah berhenti pada revolusi politik semata-mata, namun harus dilanjutkan dengan emansipasi sosial sebagai kelanjutan revolusi tersebut.
Melaui Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika)  pula, bisa ditunjukkan bahwa Tan Malaka berusaha mensintesakan Marxisme dalam konteks ke-indonesia-an, dengan melacak akar-akar kebangsaan dan kebudayaan masyarakat untuk kemudian diselaraskan dengan keyakinan politiknya, yaitu Murbaisme. Murbaisme dengan demikian tidak sama dengan komunisme. Atau lebih enaknya dikatakan Marxis-Nasionalis. Ia memiliki ciri khas dalam menuangkan ide-ide nasionalisme, yang membedakannya dengan tokoh-tokh yang lain. Dalam pemikirannya terdapat konvergensi antara ideologi Marxisme, yang sebenarnya bersifat internasionalis dan mengedepankan solidaritas kaum buruh sedunia, tanpa dibatasi rasa kebangsaan, dengan ideologi nasionalisme yang memiliki ciri khas pada Nation State.
Disamping itu, dalam Madilog ia juga memperlihatkan penghargaannya terhadap Islam. Islam sangat mempengaruhi pola pikir dan perilakunya. Islam diakuinya sebagai penerang obor dalam hidupnya. Selanjutnya kalau ia dikatakan seorang komunis, tetapi mengapa ia begitu menekankan aspek persatuan diantara sesama warga bangsa apapun afiliasi politik maupun ideologinya, mengapa ia tidak berjuang untuk perjuangan kelas yang menjadi bagian penting dalam teori Marxis-Leninis. Dan yang lebih mencolok lagi adalah mengapa ia ber-Tuhan?, hal itu dibuktikannya ketika ibunya sakit, ia sempat berulang-ulang melantunkan bacaan surat yasin dalam al-qur'an.

·         Dielektika Tan Malaka
“Madilog” ialah cara berpikir, yang berdasarkan Materialsime, Dialektika dan Logika buat mencari akibat, yang berdiri atas bukti yang cukup banyaknya dan tujuan diperalamkan dan di peramati.
Madilog bukanlah barang yang baru dan bukanlah buah pikiran Tan Malaka. Madilog ialah pusaka yang dia terima dari Barat. Bukan pula dimaksudkan diterima oleh otak yang cemerlang seperti tanah subur menerima tampang yang baik. Tan Malaka mengakui kesederhanaannya dalam segala-galanya, pembawaan atau talent, masyarakat, didikan, pembacaan dan kesempatan. Maksud Tan Malaka terutama ialah buat merintis jalan teman sejawatnya, dengan buku Madilognya, mempersilahkan mempelajari cara berpikir dunia Barat dengan rendah hati sebagi murid yang jujur dan mata terbuka.

Menurut Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika), dialektika mengandung 4 hal :
1.      Waktu
2.      Pertentangan
3.      Timbal balik dan
4.      Seluk-beluk (pertalian).
Tan Malaka berusaha menjadi aktor perubahan melalui materialisme, dialektik dan logika (Madilog) yang merupakan cara berpikir sebagai bentuk perlawanan atas cara berpikir mistik timur untuk mengubah masyarakat Indonesia agar berpikir lebih rasional. Menurut Tan Malaka pikiran manusia bersifat kreatif sehingga manusia itu sendiri dapat mengubah dirinya sendiri, tetapi pikirannya terlebih dahulu harus logis, realistis dan dinamis. Untuk mengwujudkan pikiran tersebut maka seseorang harus terdidik, agar dapat menjadi orang terdidik disanalah dibutuhkan peran sekolah. Kesadaran bersekolah pada saat itu masih sangat rendah, dengan sendirinya orang-orang terdidik pada saat itu sangat sedikit. Tan Malaka berpendapat sesuatu tidak berubah dengan sendirinya harus ada usaha untuk merubahnya.
·         Pandangan Tan Malaka Tentang Marxisme dan Demokrasi
Diakui sendiri oleh Tan Malaka bahwa pemikirannya tidak sepenuhnya orisinil tapi mengembangkan konsep sosialis dari Karl Marx. Namun dari kepekaannya dalam menganalisis perkembangan pola hidup dalam bermasyarakat itulah yang kemudian harus di apresiasikan oleh para pencinta ilmu pengetahuan khususnya di Indonesia. Dia percaya bahwa baik sosialisme maupun demokrasi hanya bisa diwujudkan melalui kekuatan akal dan bukannya melalui jalan kekerasan. Namun sekaligus diperingatkannya bahwa penggunaan akal dapat membawa orang kepada pendewaan akal dalam ilmu pengetahuan, suatu hal yang jelas ditentang oleh tuntutan akal itu sendiri. Dia seakan meramalkan secara intuitif dialektik

der Aufklaerung (dialektik pencerahan) yang dicanangkan Max Horkheimer dan Theodor Adorno dari mazhab Frankfurt pada 1969, bahwa akal yang kehilangan kritik terhadap dirinya bakal membunuh dirinya sendiri.
This entry was posted in :

1 komentar:

  1. The Evolution of Gaming - DrmCD
    From the dawn of the 20th century, it was 안성 출장안마 the most expensive and most 밀양 출장샵 important technology we ever had; a 태백 출장샵 thriving ecosystem 상주 출장안마 of video  Rating: 4.5 · ‎14 제천 출장안마 reviews

    BalasHapus

Silahkan berkomentar dengan sepuasnya, dipersilahkan menggunakan kata kasar jika diperlukan, tapi saya yakin orang yang bermoral tidak akan menggunakan kata-kata yang kasar, khususnya untuk menghina tanpa dasar logika yang dapat diterima dengan nalar.